Secangkir Kopi

Ada seorang kakek. Cara berjalannya sudah agak susah. Agak sedikit terseret-seret. Matanya memandang setiap sudut dengan lamban. Ia berkaca mata bening berbingkai hitam. Rambutnya sudah tidak lebat dan punya dua warna, kira-kira 10% hitam, 90% putih.

Baru saja dia minum kopi. Kopi Ya Kun Kaya Toast. Kopi yang dulu diperkenalkan oleh Om Yongki, ninong kami, ketika kami tinggal di Manila. (Ninong dalam bahasa Tagalog bapak nikah yang menjadi saksi pernikahan kami, atau bisa juga berarti bapak baptis). Kakinya ia selonjorkan di atas kursi yang lain ketika minum kopi. Santai sekali batinku.

Dia sempat memperhatikan ketika saya memesan dan meminum kopi. Mungkin karena kopi yang saya pesan adalah kopi hitam, sama seperti yang ia pesan. Mimik mukanya seperti haus akan bicara. Bicara apa kabar. Bicara apa saja. Tapi dia ragu untuk bicara. Aku pun diam. Tak tahu harus bicara apa. Hanya senyum dan menganggukkan kepala padanya. Tanda hormat pada seorang yang sudah memiliki pengalaman lebih lama dalam hidupnya.

Leave a comment